Varian COVID-19 Omicron

 


Jakarta, CNN Indonesia -- Varian baru Covid-19 Omicron terdeteksi untuk yang pertama kali masuk Indonesia pada Rabu (15/12) malam. Hal tersebut diumumkan oleh Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Menurut Budi, pasien pertama itu berada di Wisma Atlet Jakarta.

Apa sih Covid 19 varian Omicron ini? Apakah lebih berbahaya?

World Health Organization (WHO) telah menetapkan varian baru COVID-19, B.1.1.529 atau Omicron sebagai Variant of Concern (VOC) atau varian yang menjadi perhatian pada 26 November 2021.

“Keputusan ini didasarkan pada bukti yang diberikan kepada TAG-VE bahwa Omicron memiliki beberapa mutasi yang mungkin berdampak pada perilakunya, misalnya, seberapa mudah menyebar atau tingkat keparahan penyakit yang ditimbulkannya,” demikian penjelasan WHO yang diupdate pada Minggu, (28/11).

TAG-VE adalah the advice of WHO’s Technical Advisory Group on Virus Evolution atau Kelompok Penasihat Teknis WHO tentang Evolusi Virus. WHO menjelaskan saat ini para peneliti di seluruh dunia sedang melakukan penelitian untuk lebih memahami seluk beluk varian Omicron.

Namun demikian, untuk saat ini, WHO memberikan pemaparan mengenai beberapa poin-poin penting terkait varian Omicron, yakni:

1. Penularan

WHO menyatakan hingga saat ini belum jelas apakah Omicron lebih menular, misalnya, lebih mudah menyebar dari orang ke orang dibandingkan dengan varian lain, termasuk Delta.

“Jumlah orang yang di tes positif telah meningkat di wilayah Afrika Selatan yang terkena varian ini, tetapi studi epidemiologi sedang dilakukan untuk memahami apakah itu karena Omicron atau faktor lainnya,” kata WHO.

2. Tingkat keparahan penyakit

WHO menjelaskan belum dapat disimpulkan secara pasti apakah infeksi Omicron menyebabkan penyakit yang lebih parah dibandingkan infeksi dengan varian lain, termasuk Delta. Berdasarkan data awal menunjukkan ada peningkatan tingkat rawat inap di Afrika Selatan, tetapi hal ini mungkin terjadi karena meningkatnya jumlah orang yang terinfeksi, bukan akibat infeksi spesifik dengan Omicron.

Pasalnya, hingga saat ini tidak ada informasi yang menunjukkan bahwa gejala yang terkait dengan Omicron berbeda dari varian lainnya. Infeksi awal yang dilaporkan terjadi di kalangan individu yang lebih muda cenderung memiliki penyakit yang lebih ringan tetapi melihat tingkat keparahan varian Omicron akan memakan waktu berhari-hari hingga beberapa minggu.

“Semua varian COVID-19, termasuk varian Delta yang dominan di seluruh dunia, dapat menyebabkan penyakit parah atau kematian, khususnya bagi orang-orang yang paling rentan, sehingga pencegahan selalu menjadi kunci,” jelas WHO.

3. Efektivitas infeksi SARS-CoV-2 sebelumnya

WHO mengungkapkan berdasarkan bukti awal menunjukkan adanya kemungkinan terjadinya peningkatan risiko infeksi ulang dengan Omicron, yaitu orang yang sebelumnya terinfeksi COVID-19 dapat terinfeksi lagi dengan lebih mudah dibandingkan dengan varian lainnya.

4. Efektivitas vaksin

WHO bekerja sama dengan pihak terkait untuk mengetahui dampak potensial dari varian Omicron pada tindakan pencegahan yang ada, termasuk vaksinasi. WHO memandang vaksinasi COVID-19 tetap penting dan efektif untuk mengurangi penyakit parah dan kematian, termasuk melawan varian dominan yang beredar, Delta.

5. Efektivitas tes

Tes Polymerase Chain Reaction (PCR) digunakan untuk mendeteksi infeksi, termasuk infeksi Omicron. Saat ini, studi untuk menentukan apakah ada dampak pada jenis tes lain, termasuk tes deteksi antigen cepat sedang berlangsung.

6. Efektivitas perawatan

WHO menyebut Kortikosteroid dan Interleukin-6 (IL6) Receptor Blocker masih efektif untuk menangani pasien COVID-19 yang parah. Sementara itu, perawatan lainnya masih akan dikaji apakah masih efektif mengingat perubahan pada bagian virus dalam varian Omicron.

Oleh karena varian Omicron masih baru, maka WHO masih melakukan koordinasi dengan sejumlah peneliti di seluruh dunia untuk lebih mengetahui semua hal tentang Omicron.

“Studi saat ini sedang berlangsung termasuk penilaian tingkat penularan, tingkat keparahan infeksi juga gejala, kinerja vaksin dan tes diagnostik, serta efektivitas pengobatan.”

Terakhir, WHO mengingatkan untuk mengurangi penyebaran virus COVID-19 jangan lupa selalu menjaga jarak fisik minimal 1 meter dari orang lain, memakai masker yang pas, membuka jendela untuk meningkatkan ventilasi, menghindari ruang yang berventilasi buruk atau ramai, menjaga tangan agar tetap bersih, batuk atau bersin ke siku atau tisu yang tertekuk dan melakukan vaksinasi.

Untuk mencegah penyebaran COVID-19:

1. Selalu jaga jarak aman dari orang lain (minimal 1 meter), meskipun mereka tidak tampak sakit.

2. Kenakan masker di ruang publik, terutama di dalam ruangan atau jika pembatasan fisik tidak dimungkinkan.

3. Sebaiknya pilih ruang terbuka dan berventilasi baik. Buka jendela jika berada di dalam ruangan.

4. Cuci tangan Anda secara rutin. Gunakan sabun dan air, atau cairan pembersih tangan berbahan alkohol.

5. Ikuti vaksinasi ketika giliran Anda. Ikuti panduan setempat terkait vaksinasi.

6. Saat batuk atau bersin, tutup mulut dan hidung Anda dengan lengan atau tisu.

7. Jangan keluar rumah jika merasa tidak enak badan.

8. Jika demam, batuk, dan kesulitan bernapas, segera cari bantuan medis. Telepon terlebih dahulu agar penyedia layanan kesehatan dapat mengarahkan Anda ke fasilitas kesehatan yang tepat. Tindakan ini akan melindungi Anda dan mencegah penyebaran virus serta infeksi lainnya.

9. Masker. Masker yang dipasang dengan benar dapat membantu mencegah penyebaran virus dari orang yang mengenakannya ke orang lain. Mengenakan masker saja tidak cukup untuk melindungi diri dari COVID-19, sehingga harus dikombinasikan dengan pembatasan fisik dan kebersihan tangan. Ikuti saran yang diberikan oleh otoritas kesehatan setempat.

Sumber:

https://www.who.int/news/item/28-11-2021-update-on-omicron

Baca artikel CNN Indonesia "Indonesia Umumkan Pasien Pertama Positif Covid-19 Varian Omicron" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20211216104724-20-734763/indonesia-umumkan-pasien-pertama-positif-covid-19-varian-omicron.

Informasi kesehatan masyarakat umum. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

KRISTAL ADA DI URINE, KOK BISA?