Tidak Ada yang Lebih Baik Antara Vapor dengan Rokok

Saat ini telah timbul fenomena baru di masyarakat Indonesia yaitu adanya penggunaan rokok elektrik (BPOM RI, 2015:3). Sekitar 10,9% penduduk Indonesia telah mendengar tentang rokok elektrik dan sekitar 0,3% menggunakannya. Sebagian besar pengguna dari rokok elektrik berusia 12-24 tahun dan 22-44 tahun. Data ini di dapatkan dari survei yang di lakukan Global Adults Tobacco Survei (GATS) di tahun 2016. Adanya vapor telah membuat rasa penasaran dan rasa ingin tahu lebih jauh. Banyak kalangan muda seperti pelajar SMA dan juga mahasiswa bahkan anak-anak mencoba menggunakan vapor. Vapor dirasa lebih aman dan stylish serta memiliki sensasi merokok seperti rokok konvensional sehingga banyak kalangan perokok beralih ke vapor.

Vapor pada kenyataanya dapat memberikan efek merugikan bagi kesehatan seperti adanya nikotin dapat menimbulkan rasa adiksi (BPOM RI, 2015:4), paparan nikotin pada ibu hamil dapat membahayakan kesehatan janin dalam kandungan, pada bayi menyebabkan berat badan lahir rendah (BBLR), kelahiran prematur, bayi lahir mati (stillbirth), dan sindrome kematian bayi mendesak (SIDS). Remaja muda yang menggunakan vapor dapat mengalami gangguan kognitif dan perilaku termasuk berdampak pada ingatan dan perhatian. Anak atau orang dewasa yang menelan, menghirup, atau menyerap cairan vapor melalui kulit atau mata dapat mengalami keracunan yang di tandai dengan gejala mual, muntah, kejang dan depresi pernapasan. Bahkan cairan nikotin yang tertelan dapat menyebabkan kematian terutama pada anak-anak (Erikania, 2017). Bahan perisa (flavoring) yang di gunakan dapat membahayakan kesehatan di karenakan tidak semua bahan perisa aman untuk inhalasi (BPOM RI, 2015: 4-5). 

Menurut peneliti bahwa remaja yang memiliki tingkat penggunaan vapor yang tinggi juga dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan gaya bergaul anak remaja zaman sekarang, sehingga remaja lebih memilih untuk menggunakan vapor atau rokok elektrik daripada penggunaan rokok konvensional. Pengguna rokok elektrik dikalangan yang remaja cukup tinggi merupakan salah satu sebabnya karena vapor dipasarkan dalam banyak rasa seperti stroberi, permen karet, kue, dan krim. Ini yang mungkin sangat menarik bagi kaum muda karenanya akan mendorong adanya kecanduan nikotin diantara remaja.

Lalu sebenarnya apa saja risiko merokok vape yang perlu diwaspadai?

Berikut ini adalah beberapa risiko kesehatan yang mungkin terjadi jika seseorang merokok vape:

1. Memperparah penyakit jantung

Nikotin merupakan bahan utama yang terdapat dalam cairan vape. Zat ini tergolong beracun karena dapat meningkatkan tekanan darah dan memacu adrenalin. Kondisi ini dapat meningkatkan detak jantung dan risiko terkena serangan jantung, serta memperparah kondisi penderita penyakit jantung.

2. Membahayakan ibu hamil dan janin

Bagi wanita hamil, penggunaan vape maupun rokok biasa sebaiknya dihindari. Kandungan nikotin pada vape atau rokok diketahui dapat mengganggu perkembangan otak dan organ tubuh janin.

3. Memicu efek kecandunan nikotin

Seperti halnya pada rokok, nikotin pada vape juga dapat menyebabkan penggunanya kecanduan. Ketika sudah terbiasa mengonsumsi nikotin lalu menghentikannya secara tiba-tiba, perokok berisiko mengalami gejala putus nikotin, seperti merasa sedih dan cemas, kelelahan, serta sulit tidur.

4. Menyebabkan gangguan pada paru-paru

Diasetil merupakan bahan kimia yang terkandung dalam zat perasa vape. Bila terhirup, bahan kimia ini berisiko membahayakan tubuh, khususnya paru-paru.

Salah satu penyakit yang dapat terjadi karena menghirup diasetil adalah penyakit bronkiolitis obliterans atau dikenal sebagai “popcorn lung”. Penyakit ini dapat menimbulkan beberapa gejala, di antaranya batuk kering yang tidak kunjung sembuh, sesak napas, mengi, demam, dan sakit kepala. Selain itu, diasetil juga dapat menyebabkan efek samping lain seperti iritasi pada kulit, mata, hidung, dan tenggorokan.

5. Meningkatkan risiko terkena kanker

Salah satu zat kimia yang terkandung di dalam cairan vape adalah formaldehida. Zat ini sering kali digunakan sebagai pengawet hingga zat tambahan pada beberapa bahan bangunan. Bila terhirup, formaldehida sangat berbahaya bagi tubuh karena dapat meningkatkan risiko terkena kanker.

Perlu diingat, meski zat berbahaya yang terkandung dalam vape lebih sedikit dibandingkan rokok biasa, bukan berarti vape tidak bisa menyebabkan berbagai gangguan kesehatan.

Oleh karena itu, disarankan untuk berhenti merokok, baik rokok biasa maupun vape, jika Anda benar-benar ingin memulai pola hidup sehat.

Namun, jika merasa kesulitan untuk berhenti merokok, Anda bisa berkonsultasi dengan dokter untuk mendapatkan saran atau terapi yang sesuai dengan kondisi Anda.


Sumber :

Johnson (2014). Perilaku Mahasiswa Pengguna Vapor Dan Dampaknya Pada Kesehatan. Digital Repository Universitas Jember.

Artana, B., & Rai, N. (2017). Tingkat Ketergantungan Nikotin dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan Pada Perokok di Desa Penglipuran 2011. Jurnal Penyakit Dalam FK Unud RSUP Sangla Denpasar.

Erikania, Kamsi. (2017). Gambaran Perilaku Merokok Pada Remaja Di Kabupaten Bantul. Insight, Vol 10 Hal 77-87.

Atmojo, W. (2017). Pengambilan Keputusan Perokok Tembakau Yang Beralih ke Rokok Elektrik. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Bahri, S. (2015). Hubungan Antara Konsumsi Rokok Elektrik Dan Kejadian Hipertensi. Skripsi Malang Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Malang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KRISTAL ADA DI URINE, KOK BISA?